Oleh: M. Saifun salakim
Sudah berapa kali gunung dan bukit menangis
Mengenang pecahan mortir melahap jiwa
Menguraikan lilin kepiluan menggoyang ilalang
Menari-nari lincah tiap hari dijamah bayu menerjang
Kapankah keredaan akan berbias di kaca jendela
Hinggaplah petang menyiulkan warna
Jangan kirimkan senyuman kalau akuariumnya robek
Karena ikan di dalamnya berenang entah kemana
Airnya juga akan menghambur ke liang sempit
Mengenang di sudut-sudur talang jiwa
Jangan poskilatkan cemerlang kalau sungainya dangkal
Karena riaknya akan menjulang mercusuar tepian masa
Gelombangnya juga akan meninggi dan meradang
Menghempas terjalan bebatuan dan pasir di sini
Akan beretakan, pecah-pecah, tercerai-berai
Sekali ini
Balaslah kedalaman mentari kehangatan kalbu
Dari kaleng rombeng penuh tompelan nyanyikan lagu parau
Ditumbuhi lilitan akar melata menghiasi
Warna-warni pot-pot bunga mengembang
Hanya melayangkan desiran anginnya
Kirimilah kami lamparan luas jalan membentang
Lewat teja cerawut langit dengan kayuhannya
Sepeda kumbang mengelukan kharismanya
Setitik Gelap (Balber), 01042004
Kamis, 26 Juli 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Jingga Aksara Menawan Puisi akrostik dari nama: Musfeptial Karya: Sarifudin Kojeh Menjemput ji...
-
Oleh : Sarifudin, S.Pd. Guru bisa juga diistilahkan dengan tenaga pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuannya berusah ...
-
Jingga Aksara Menawan Puisi akrostik dari nama: Musfeptial Karya: Sarifudin Kojeh Menjemput ji...
-
Rasa mulas m elilit-lilit. Kening berkerut. Mulut mengucapkan kata Allah untuk menahan rasa sakit. “ Subhanallah!” jerit nya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar