Oleh : M. Saifun salakim
NALO… NALO… NALO…
Syair keemasan yang sudah hilang dari peredarannya. Sudah terkubur rapat-rapat. Sudah terkunci begitu kejangnya dan membeku di gembok sejuta kenangan tandas. Begitu juga teman kentalnya si SDSB. Tak jauh berbeda nasibnya. Sama-sama menjadi makanan rayap di gudang. Menjadi santapan tikus di kardus-kardus bekas tumpukan makanan indomie yang tersisa. Menjadi gelojohan lezat api yang membara di tempat pembuangan akhir. Hanya menyisakan debu yang menyatu dengan tanah. Sungguh malang nasibmu kawan!
Wah, hilangnya engkau, bukan berarti hilang segala-galanya. Malahan kini muncul kembaran engkau dengan tampilan baru. Lebih necis dan lebih keren. Berpenampilan seronok dan memicingkan mata serta melototkan keinginan untuk menggelutimu lebih dalam lagi.
Kembaranmu itu adalah kupon putih atau togel. Kadang-kadang diperdagangkan orang-orang secara sembunyi, takut diketahui aparat bisa kapiran urusannya. Kalau diketahui dan ditangkap, bisa-bisa menghuni rumah prodeo. Rumah pesakitan. Layaknya permainan perdagangan tersebut seperti tikus dan kucing. Kalau kucing lengah, maka tikus pun beraksi dengan sigapnya. Tapi kalau kucing sigap, tikus pun menyembunyikan diri tidak menampakkan batang hidungnya. Takut diberangus kucing habis-habisan. Matilah dirinya.
Tapi ada juga sebagian orang-orang yang berani menjual barang tersebut secara terang-terangan. Tidak takut ditangkap aparat. Karena dia sudah mempunyai beking yang kuat. Kalaupun ditangkap, tidak punya pengaruh apa-apa . Karena dia akan dilepaskan atau dibebaskan dari perangkap tersebut. Dilepaskan sahabat atau kaum kerabatnya yang ada bekerja di penangkapan tersebut.
Harap dimaklumi saja. Sudah tidak perlu dipelototi lagi. Biarkanlah nanti ada yang memantatinya. Membuat dia malu sendiri. Lalu mendekam erat di karatan timbangan berat peti kemas melarat, yaitu ajal menjerat lehernya kemudian mengkerat napasnya tinggalkan penyesalan.
Togel ini pun banyak disenangi dan digemari masyarakat, yang ingin cepat kaya dengan jalan pintas. Potong kompas. Hingga membuat tukang sinji laku keras. Tukang ramalan juga tak ketinggalan pula. Jadi incaran para pemasang. Mereka minta diramalkan agar mendapatkan nomor yang tepat. Sungguh pemikiran yang tidak sehat lagi!
~oOo~
“Dor, tak disangka si Bujin kaya mendadak,” kata Kora bersemangat.
“Eh, beruntung sekali nasibnya. Tapi Kor, dia kaya oleh apaan? Padahal dia kan orang termiskin sedunia,”sahut Pendor.
“Dia kena togel Dor. Lima ratus juta rupiah. Bayangkan?”
“Kena togel. Pasti dia dapat nomor yang jitu hingga bisa memperoleh uang sebesar itu.”
“Betul Dor. Begitu yang saya dengar. Konon nomor jitu yang Bujin dapat dari peramal Bango.”
“Hebat juga peramal Bango. Bisa meramal setepat itu.”
“Ya, Dor. Saya pun juga tertarik untuk mendatangi peramal Bango. Biar cepat kaya juga seperti Bujin. Siapa sih yang tidak mau kaya?”
“Betul Kor. Kalau begitu saya juga mau ikut. Sama-sama punya keinginan seperti kamu, mau ingin kaya juga. Habis saya sudah letih dan penat hidup melarat seperti sekarang ini.”
“Betul Dor. Kalau begitu, mari kita cepat-cepat kesana. Sebelum keburu orang lain meramaikannya,”ajak Kora.
“Marilah,”sahut Pendor mengikuti langkah kaki Kora.
Tidak hanya Kora dan Pendor saja yang ke rumah Bango. Penduduk lain sudah kesana saat mereka mendengar Bujin kaya mendadak karena kena togel, yang nomor jitunya diberi oleh peramal Bango, hingga tembus dengan tepat.
Siapa sih yang tidak ingin kaya? Semua orang ingin kaya. Malahan ada yang sudah cukup kebutuhannya masih ingin kaya. Itulah manusia selalu tidak mengenal kata puas. Pengejaran yang mereka lakukan ini juga mengisyarakatkan bahwa mereka lebih mementingkan mengejar harta duniawi daripada mengejar dan mendapatkan tujuan pokok mereka, yaitu beribadah kepada Allah. Berarti ini menunjukkan adanya pergeseran nilai pikiran dan akhlak dari mereka. Masya allah.
~oOo~
Rumah Bango terletak di Kampung Bunga. Dengan bentuk rumahnya sungguh sederhana, beratap daun nipah, berdindingkan daun nipah juga, dan berlantaikan kulit kayu medang yang keras. Rumah sederhana ini dihuni oleh tiga orang manusia. Bango, istrinya si Remah, dan anak sulungnya si Badung yang masih duduk di bangku enam Sekolah Dasar.
Bango dalam dunia keperamalan terkenal menggunakan kartu bridge yang berisi As sampai dengan King. Kartu remi orang menamainya. Keahlian si Bango hanya dikhususkannya untuk meramal nomor togel, nomor keberuntungan, dan hitungan mendapatkan jodoh. Yang semua diramalkannya jarang meleset. Kalaupun meleset, itu tidak terlalu jauh. Kalau dihitung hanya sepuluh persen dari seratus persen hal sebenarnya.
Remah, istrinya juga ahli meramal. Dia ahli menafsirkan guratan-guratan yang ada di telapak tangan manusia yang disebut Rajah Tangan. Yang dapat dijelaskannya dari rajah tangan ini mengenai lamanya percintaan yang dilakukan, jalan memperoleh rezeki, dan pertemuan dengan orang yang diincarnya.
Pernah dia meramalkan Desta. Katanya, Desta hanya melakukan percintaan sekali saja, pendek bukan? Desta akan mendapatkan rezeki yang melimpah ruah. Sebab Desta akan mendapatkan pendamping hidup seorang pengusaha muda yang sukses. Tentu saja kehidupan mewahnya dari calon pendamping hidupnya. Ramalannya pun jadi cespleng. Desta mendapatkan apa yang diinginkannya sesuai apa yang diramalkannya. Senangnya Desta. Sebagai ungkapan terima kasihnya, Desta memberikan imbalan yang cukup berlebihan untuk Remah. Itulah jerih payahnya. Karena kepiawaiannya dan sudah terbukti manjur maka Remah diserbu banyak gadis-gadis muda untuk minta diramalkan. Biar mendapatkan jodoh secepatnya dan kaya raya. Remah pun dikenal dengan sebutan Ratu Rajah Gemilang.
Mereka tidak tahu bahwa jodoh itu berada di tangan Tuhan. Yang terjadi pada Desta hanya kebetulan saja, bukan kebenaran.
Badung, anaknya yang baru menginjak kelas 6 SD juga banyak didatangi orang-orang. Karena dia juga ahli dalam meramal. Meramalkan tentang perjalanan cinta yang dilakukan seseorang, ketertarikan seseorang pada orang lain, dan kiat untuk melanggengkan tali ikatan cinta. Apa yang diramalkannya tembus benar. Tepat mengena pada sasarannya. Tidak pernah meleset. Hingga penduduk meyakini keluarga tersebut adalah keluarga orang kebenaran. Hingga tidak mengherankan setiap hari rumah Bango selalu padat, sesak, dan pengap oleh manusia yang minta diramalkan. Layaknya pasar saja, seperti pasar ayam, pasar baju, pasar penjualan emas dan intan belian serta lain sebagainya. Selalu riuh rendah dengan kumpulan manusia. Tidak berhenti sedetikpun, sunyi oleh kerumunan manusia. Yang bermacam-macamlah mengadukan perihal mereka untuk diramalkan sesuai dengan profesi dan bidang kerja mereka masing-masing yang minta tolong atau petunjuk bagaimana caranya melangkah ke depan dalam kehidupan selanjutnya.
Pergeseran akidah telah mengembang dan menjamur di lingkaran kehidupan mereka.
Di sana-sini yang terdengar hanya obrolan mengenai keluarga Bango. Tidak hanya di pasar, biskota, rumah makan bahkan di segala tempat aktivitas masyarakat. Jadilah Bango dan keluarganya mahaguru yang tenar. Dipuja-puja banyak orang dalam setiap waktu dan tarikan jengkalan napas.
Keluarga Bango jadi makmur. Sebab mereka sangat besar mendapatkan keuntungan dari uang ramalan. Keuntungan yang diperolehnya tergantung besar kecil masalah yang diramalkan. Kalo kecil upahnya kecil dan kalo besar upahnya juga besar. Lalu memantapkan keyakinan mereka untuk menggeluti bidang itu sampai tua. Dengan kerja sedikit dapat uang seamplop. Wah, sungguh luar biasa.
Angin keberuntungan atau kemakmuran dari orang-orang yang diramalkan keluarga Bango, tidak hanya berkisar dalam negeri tetapi juga luar negeri. Jadi kalo ditilik bahwa pasiennya tidak hanya domestic but foreign country. Sungguh hebat. Jadilah keluarganya, keluarga peramal ulung sedunia.
Imbas pengaruh yang disebarkannya juga menyusup di relung jiwa jamaah Baitussalam. Pada mereka yang telalu rapuh bertahan Terlalu memandang senang pada kenikmatan semu sebagai tujuan. Mereka ingin juga berhasil seperti orang-orang yang telah berhasil mendapatkan harta buanyak. Walau mereka harus melalaikan kewajiban wajibnya. Membuat ustad Ghafur harap-harap cemas. Menyesalkan pula pada jamaahnya yang telah terjerumus oleh intrik-intrik yang direkayasa setan. Halusinasi semu. Sebab pertimbangan batin sudah kabur dilibas pertimbangan nafsi.
Ceramah penanaman akidah sedang berlangsung. Disampaikan ustad Ghafur di depan jamaahnya. Beliau tidak lupa menyinggung mengenai ramalan di mata Islam. Ramalan tidak boleh dipercayai dan harus dihindari jauh-jauh. Karena mempercayai ramalan sama saja kita melakukan tindakan keliru, mempercayai hal selain Allah. Karena kita sudah menyakini ketentuan yang datangnya dari luar Allah. Kamu tahu khan, perbuatan itu sama juga menyekutukan Allah. Tergolong perbuatan sirkubillah.
Honsu datang agak telat. Dia menyusup di bagian belakang. Sambil mendengarkan ceramah, dia juga membisikkan sesuatu pada teman yang di dekatnya, Rakal. Rakal memberikan lagi informasi itu pada temannya. Terjadilah komunikasi berantai. Sedikit demi sedikit mereka yang mendapatkan informasi itu mengundurkan dirinya. Berkuranglah jumlah jamaah itu. Melihat gelagat itu, ustad Ghafur menyudahi ceramahnya. Beliau juga ingin mengetahui informasi penting apa yang sungguh besar menarik perhatian jamaahnya untuk meninggalkan majelis taklim.
Masya allah, rupanya Bango akan mengumumkan bahwa adanya hari keberuntungan. Siapa saja yang mendengarkan apa yang disampaikannya, nantinya akan memperoleh keberuntungan. Kapan hari itu akan terjadi? Itulah yang akan diketahui masyarakat, yang sudah yakin dengan ramalan Bango. Hal ini mereka yakini sebagai kebenaran yang betul terjadi. Mereka pun tahu bahwa hari keberuntungan itu akan turun hari jumat depan tepat pukul satu, saat matahari berdiri tepat menghunjam ubun-ubun kepala tanggal tujuh belas. Turunnya diperkirakan di daerah sekitar rumah Bango.
Di hari keberuntungan itu adalah hari kemakbulan. Segala permintaan yang disampaikan akan dikabulkan dan jadi kenyataan, tapi masing-masing orang hanya bisa menyampaikan satu permintaan saja. Masyarakat pun mulai merancang dan mempersiapkan permintaan apa yang akan mereka sampaikan pada hari keberuntungan itu.
Ustad Ghafur bertandang ke rumah Bango. Dia diterima tuan rumah dengan baik dan sedikit ada rasa aneh. Abis, masach seorang ustad mau datang ke rumah peramal, yang sungguh harus dijauhinya. Tiada biasanya juga ustad Ghafur datang ke rumahnya
Pasti dia ada keperluan, kaji Bango dalam hatinya.
Memang ustad Ghafur ada keperluan. Keperluannya adalah minta diramalkan.
“Apa ini tidak salah, Ustad?”tanya Bango dalam ketidakmengertiannya. Masak seorang ustad menyukai ramalan.
“Tidak salah Bango. Memang saya ingin minta diramalkan. Saya ingin mendengar ramalanmu yang jitu itu. Saya minta diramalkan bukan untuk diri saya, namun untuk orang lain. Boleh kan?”kata ustad Ghafur santai dan tenang.
“Oh begitu, ustad. Tapi ustad..?”ujar Bango tersendat-sendat. Saat dia melihat arlojinya menunjukkan pukul satu kurang dua puluh menit. Waktunya turun hari keberuntungan. Dia bersama masyarakat akan menggapainya.
Di halaman rumahnya. Masyarakat sudah berkumpul ramai. Sesak memadati tanah pekarangannya. Menantikan hari keberuntungan itu dengan harap-harap cemas. Kalo ditaksir jumlah masyarakat ratusan juta milyar, abis tidak bisa menghitungnya. Main terkaan saja. Dalam batok masyarakat sudah menyiapkan satu permintaan yang akan mereka sampaikan.
“Saya tahu keberatanmu, Bango. Kamu kan pukul satu akan bersama-sama masyarakat menyambut datangnya hari keberuntungan.”
“Betul ustad.”
“Tapi Bango, tidak baik juga kan kamu menolak permintaan orang yang betul-betul membutuhkan pertolonganmu. Kalau kamu mau, ramalan untuk orang ini, tidak terlalu lama. Insya allah, paling lama hanya menghabiskan waktu sepuluh menit. Ramalan itu akan selesai dengan izin Allah. Jadi anda masih punya waktu sepuluh menit untuk mempersiapkan perlengkapanmu menemani masyarakat yang sudah menantikan kehadiran hari keberuntungan yang kamu ramalkan itu,” lanjut ucap ustad Ghafur.
“Baiklah ustad. Kalau begitu maunya. Saya akan coba. Karena saya percaya kali sama pembicaraan ustad. Tidak mungkinlah ustad akan berbohong. Siapa sih orang yang ingin minta diramalkan itu, ustad?”kata Bango sudah siap-siap untuk meramal. Sebentar ustad Ghafur tersenyum.
“Bango, masih ada yang belum saya sampaikan. Bahwa dia minta diramalkan anda sekeluarga.”
“Begitu komplekskah masalahnya?”
“Bisa jadi begitu, Bango!”
“Tapi, ustad. Selama ini belum pernah kami melakukan ramalan bersama. Melakukan kolaborasi serentak begini. Sekeluarga lagi. Paling-paling kami meramal sesuai keahlian kami masing-masing.”
“Coba saja Bango. Ini kan penemuan baru.”
“Betul juga, ustad,” kata Bango menurut. Dia memanggil anak dan istrinya. Berkumpul jadi satu. Siap menunjukkan kebolehan mereka meramal di depan ustad Ghafur.
“Kami sudah siap, ustad. Siapakah orang yang minta diramalkan itu, ustad?”tanya Bango mewakili istri dan anaknya.
“Kalian sendiri!”
“Apa ustad? Ustad jangan bergurau. Mana mungkin kami meramalkan diri sendiri. Itu belum pernah terjadi.”
“Itulah kalian. Tahunya hanya dapat meramalkan orang lain. Masak meramalkan diri sendiri saja belum pernah dilakukan. Kalian keterlaluan. Hanya mau untungnya saja.”
“Cukup ustad.”
“Cukup apanya?”
“Ustad sudah melampaui batas. Sudah merendahkan martabat kami.”
“Tidak Bango. Saya tidak pernah merendahkan martabat kalian. Saya utarakan hal ini, karena itu adalah kewajaran dan realita. Kalau memang kalian peramal jitu, mengapa kalian tidak bisa meramalkan diri sendiri? Sedangkan meramalkan orang lain saja kalian bisa melakukannya. Itu keterlaluan. Seharusnya sebelum meramal orang lain, kita harus bisa meramal diri kita sendiri dulu. Barulah dinamakan wajar,”jelas ustad Ghafur.
“Baiklah ustad. Akan kami lakukan bahwa kami juga bisa meramal diri kami sendiri. Akan kami ramalkan keberuntungan kami,”ketus Bango mendengus. Dia pun membuka lembaran kartu bridge. Mulailah dia meramalkan dirinya sendiri. Diambilnya selembar daun. Daun sepuluh hitam yang didapatnya.
Hah, tidak mungkin, gumamnya dalam hati.
Diulanginya lagi ramalannya sampai tujuh kali beturut-turut. Namun tetap saja daun bridge yang keluar adalah sepuluh hitam. Lemaslah sekujur tubuh Bango. Dia tidak bisa berkata-kata.
“Ada apa Pak?”tanya istrinya. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut suaminya. Hanya mata suaminya makin kuyu dan redup. Istrinya penasaran. Dia pun mengambil guratan tangan suaminya bagian kanan. Dia pun mulai juga meramalkan apa yang telah terjadi pada suaminya dengan keahlian rajah tangannya.
Hah, hasilnya X. Tidak mungkin. Diulanginya juga sampai tujuh kali, hasilnya tetap X. Istrinya pun mulai mengguguk. Pak, tidak mungkin jadi begini, rangkul istrinya pada suaminya.
Anaknya juga penasaran. Dia mengeluarkan keahliannya. Mengapa orang tuanya menangis setelah melakukan ramalan? Dia mulai menghitung. Dapatlah dia hitungan jumlahnya. Menunjukkan angka sepuluh terbalik yaitu angka satu.
“Hah, ayah dan ibu. Tamatlah riwayat kita,”gerung Badung jatuh di pangkuan ayah dan ibunya, yang sudah duluan lesu darah. Mereka tidak bisa mengatakan hasil ramalan tentang mereka pada ustad Ghafur karena hasilnya terlalu jelek.
Daun sepuluh hitam bermakna angka keberuntungan mereka sudah tertutup atau habis. Tanda X bermakna perjalanan hidup yang mereka jalani sudah selesai. Kematian mereka sudah dekat di depan mata. Sedang hitungan dari nilai-nilai yang ada memberikan makna bahwa mereka tinggal menunggu hari keapesan itu pada pukul satu tepat.
“Bango, ini uang ramalan atas jerih payah yang telah anda lakukan sekeluarga. Terima kasih ya atas ramalannya!”kata ustad Ghafur meletakkan tujuh ikat uang yang bernilai satu juta rupiah. Beliau pun pamit diri.
Bango dan keluarganya masih terguguk dan menangis. Seketika mereka memburu ustad Ghafur yang barusan keluar rumahnya. Tidak diperdulikannya kerumunan masyarakat ramai yang menantikan dirinya untuk memimpin ritual memperoleh hari keberuntungan.
Masyarakat pun jadi terkejut dan bingung, terpancarkan deras ke sungai Pawan menyaksikan Bango dan keluarganya telah rapuh dan renta hari ini.
Balai Berkuak, Akhir Oktober 2004
(Dipublikasikan di Harian Equator, 2006)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Jingga Aksara Menawan Puisi akrostik dari nama: Musfeptial Karya: Sarifudin Kojeh Menjemput ji...
-
Oleh : Sarifudin, S.Pd. Guru bisa juga diistilahkan dengan tenaga pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuannya berusah ...
-
Jingga Aksara Menawan Puisi akrostik dari nama: Musfeptial Karya: Sarifudin Kojeh Menjemput ji...
-
Rasa mulas m elilit-lilit. Kening berkerut. Mulut mengucapkan kata Allah untuk menahan rasa sakit. “ Subhanallah!” jerit nya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar