Oleh : M.Saifun salakim
Rohim punya keinginan, punya kemauan ingin jadi cikgu. Ia pun berusaha untuk mewujudkan keinginannya. Walaupun jalan sampai kesana bukanlah semulus dari perkiraan dan khayalan. Ia tetap berjuang dengan gigih agar niatnya kesampaian. Ujungnya bisa juga ia menginjakkan kakinya kuliah untuk menghantarnya menjadi cikgu. Namun seringkali ia dengar selentingan angin berpuisi lirih bahwa yang masuk fakultas pencetak cikgu adalah orang buangan. Dilontarkan oleh orang-orang dari harum semerbak bunga yang tumbuh di fakultas lain.
“Jadi cikgu tak akan kaya!” Salah satu tembang syahdu yang melemahkannya.
Rohim tersenyum saja. Dalam kalbunya dibulatkannya tekad akan ditunjukkannya bahwa fakultas pencetak cikgu bukanlah orang buangan. Alhamdulillah dengan tekadnya yang bulat dan gigih serta kemauannya yang mantap, Rohim dapat menyelesaikan studinya dengan predikat terbaik.
”Tak bodoh ama sih. Pintar kan?”
Dengan ilmunya yang ada, ia pun mengaplikasikannya pada lingkungan masyarakat yang membutuhkannya demi memajukan dunia pendidikan. Kegunaan ilmunya semata-mata hanya untuk orang banyak dan bangsa serta negaranya, biar bersinar cemerlang sepanjang zaman yang terus berganti. Tak akan redup. Selalu terang… terang…. Seperti iklan lampu phillip.
Sebagai cikgu, Pak Rohim disenangi anak didiknya. Dia adalah orang yang supel, ramah tamah, baik hati, humoris, dan suka bikin joke. Dalam mengajar pun dia berusaha menerapkan pola tiga es, yaitu serius, santai, dan selesai. Ada masanya dalam belajar penuh dengan keseriusan agar betul-betul belajar. Ada juga masanya di saat belajar ada santainya supaya anak didik tak terlalu tegang menerima pelajaran dan mudah menyerapnya. Dengan tujuan apa yang diberikan dapat diselesaikan. Metode mengajar seperti itu diperolehnya dari cikgu yang pernah membimbingnya dulu. Kini metode itu ditransfernya ulang pada anak didiknya.
~oOo~
Di tempat ia mengajar, ada satu kelas yang memang menyenangkannya. Anak-anaknya punya antusias untuk belajar. Punya kemauan keras untuk berhasil dan sukses. Walaupun ada segelintir siswa yang masih lemah semangat. Tapi tetap dimotivasinya dan didorongnya supaya bisa berhasil dalam belajar. Lebih tinggi lagi berhasil dalam kehidupan. Karena kebahagiaan terbesar yang dimilikinya atau yang akan dirasakannya adalah kalau dirinya melihat anak didiknya berhasil dan menjadi orang sukses semua dalam kehidupan.
Harum yang memiliki wajah yang caem, periang, dan memiliki sikap sopan santun, memang menonjol dalam pelajaran. Hingga Pak Rohim memperhatikannya lebih dari yang lain. Bukan berarti Pak Rohim membedakannya dengan siswa/siswi lainnya. Bukan juga berarti Pak Rohim menganakemaskannya. Semuanya sama . Cuma karena ia sering tampil bisa dan aktif bertanya jawab serta memberikan komentar dan mau disuruh. Paling menonjollah. Kadangkala itu dikatakan anak-anak bahwa Pak Rohim pilih kasih, padahal tak begitu. Pak Rohim sudah sesuai menempatkan dirinya dengan porsinya. Sesuai kadar kemampuan masing-masing. Memang ia lebih Pak Rohim cermati, karena Pak Rohim lihat dia punya kemauan belajar yang tinggi dan gigih untuk mencapai cita-citanya. Hingga sebuah kata harus dinyanyikan atau disenandungkan dalam jiwa.
Dia memang anak yang cerdas. Perlu aku bimbing betul-betul dalam belajar. Akan aku arahkan belajarnya dengan baik agar dia mencapai prestasi yang maksimal.
Kadangkala Pak Rohim juga merasa aneh melihat perkembangan si Harum. Bukan perkembangan belajarnya yang menurun? Bukan sikap baiknya jadi merosot? Bukan keceriaannya tambah menghilang? Bukan. Bukan itu yang Pak Rohim maksudkan. Masalahnya adalah Harum sering keringatan berlebihan membanjiri mukanya. Keringatan yang bukan sewajarnya. Keringatan yang mengalirnya abnormal. Boleh dibilang keringat penyakit. Prediksi sementara yang dilakukan oleh Pak Rohim. Di saat dingin menusuk keringatnya berhujanan menangisi putaran jam, berdentang terus tak pernah capeknya. Apalagi kalau panas atau kegerahan malahan keringatnya sudah seperti air lautan yang pasang menuju muaranya. Sadarkah dia dengan keringat berlebihan itu atau tahukah dia dengan keringat penyakit yang dideritanya?
Aku tak bisa menduga lebih jauh, kenang Pak Rohim. Mungkin saja dia sudah tahu dengan keringat penyakitnya. Untuk itulah, dia mencoba sebisa mungkin untuk menutupinya atau tak menghiraukannya dengan keceriaan dan keperiangan yang ditampilkannya. Biar semua orang tak pernah menyangka ada hal sedih yang menginggapinya. Walaupun dia harus menahan deritanya. Dia tak ingin melibatkan orang lain merasakan deritanya. Biarlah dia sendiri saja yang menelannya. Semua itu terlihat dari arus air kesederhanaan dan kesopanannya.
Sekali-kali ingin Pak Rohim menanyakan secara langsung ke Harum mengenai keringat penyakit itu. Memberikan saran supaya jangan dibiarkan terus menerus akan bertambah parah. Kalau sudah parah akan runyam urusannya. Hal itu tak pernah terwujudkan, terlupakan terus.
~oOo~
Suatu saat ia mengajar. Ia dapati Harum tak ada di kursinya. Biasanya Harum sudah siap sebelum ia masuk. Harum sudah siap menerima pelajaran. Ceria selalu. Mengisyaratkan pelajaran itu sebuah makanan lezat untuk disantapnya. Enak .
“Kemana ya si Harum? Apakah dia sakit? Mungkin saja….” Kuatkan Pak Rohim pada pradugaannya. Karena kalau tak sakit. Dia paling rajin masuk, tak pernah bolos. Apalagi mau membelit seperti yang dilakukan teman-temannya. Yang sekiranya sudah jenuh menerima pelajaran atau tak suka dengan pelajaran yang diterimanya. Itukan dilakukan demi menyenangkan hati muda bergejolak untuk melakukan kemauannya sendiri, sebebas dirinyalah. Malahan Harum kadangkala menasihati teman-temannya jangan melakukan hal tersebut, yang hanya merugikan diri sendiri. Malahan dia menganjurkan supaya mengisi masa muda ini dengan memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan memanfaatkan waktu seefisien mungkin dengan kegiatan yang positif. Kegunaannya adalah sebagai bekal untuk persiapan di masa senja.
Ya… Benar! Dugaan Pak Rohim mengenai Harum tak meleset. Ia benar-benar sakit. Setelah ia diberitahu oleh Pak Johan, sahabatnya sesama cikgu di situ.
Sebenarnya sahabatku itu punya nama lengkap Johan Purwanto. Ia sahabatku yang baik. Kami pernah saling tukar pikir mengenai hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk memajukan dunia pendidikan ini, dan menemukan cara supaya anak didik bisa menyerap pelajaran dengan baik. Pokoknya, ia sahabatku yang sering aku ajak bercengkarama. Orangnya terbuka dan fleksibel. Oh ya, aku juga sering memanggilnya Mr. Jo. Abis dalam berbahasa Inggris, ia clever. Selain itu, panggilan seperti itu, suka-suka aku menyebutnya. Aku anggap sebagai pengakraban saja. Biar tambah dekat dan lengket dalam menjalin persahabatan. Biar selalu terkenang sepanjang hayat, yang masih suka mengendus bau keharuman. Dengan kewangiannya selalu menebarkan kesejukan di lingkaran permadani bumi. Ia juga tak marah aku panggil begituan. Sudah cocok kali….
“Him, si Harum itu sakit sudah tujuh hari.”
“Hah……,” kagetku. Sebentar aku sudah menguasai keadaan.
“Mr. Jo, kamu tahu dia terkena penyakit apa?”
“Tak tahu Him.”
“Kalau tak tahu sudahlah. Gimana kalau sekarang kita besuk dia ke rumahnya! Sakit apa dia sebenarnya!” ajakku pada Johan.
“Terlambat Him. Dia tak ada di rumahnya lagi. Dia sudah dibawa orang tuanya ke rumah sakit Kabupaten,” jelaskan Johan.
“Oh ,” sahutku tanda mengerti.
“Jadi gimana nih Mr. Jo cara kita jenguknya?”
“Gini aja Him, kalau kita jenguknya sekalian aja. Bukankah kita ada pertemuan di kabupaten. Gimana kita sisihkan sedikit waktu untuk lihat keadannya.” Johan berikan sarannya.
“Betul juga idemu, Mr. Jo. Ide yang bagus sekali,” jawabku mengiyakan.
~oOo~
Harum sangat gelisah. Sekali-kali dia merintih. Dia mendekap dadanya. Dia dibawa kesini untuk check in. Apakah penyakitnya parah? Apakah dia hanya rawat jalan atau rawat inap? Bertepatan dengan itu juga dokternya sedang ada pertemuan. Mereka disuruh menunggu sebentar saja. Harum sudah tak sabaran. Dia berusaha menyembunyikan rasa sakitnya.
“Yah, sudahlah! Lama sekali menunggunya. Aku tak apa-apa . Kita pulang saja,” rengek Harum memohon pada ayahnya.
“Tenang! Tenang Nak! Sebentar lagi dokternya akan datang. Kamu sabar sedikit ya! Kamu harus dicheck in dulu untuk memastikan sakitmu parah atau tidak? Sabarlah dikit Nak!” tenangkan ayahnya. Dokter yang ditunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Kegelisahan Harum semakin menjadi-jadi.
“Yah, sudah aku bilang bahwa aku tak sakit. Pulang yuk, Yah!” pinta Harum berkali-kali dengan polesan wajah yang memelas.
“Kamu sakit Nak. Kalau pun kamu katakan kamu tak sakit untuk menutupinya. Ayah tahu, kamu sakit Nak. Bersabarlah sedikit. Dokternya tak lama lagi akan datang,” jawab ayahnya berusaha menenangkan kegelisahan Harum.
“Sampai kapan kita menunggunya, Yah? Padahal aku sudah ketinggalan jauh pelajaran di sekolah, Yah!” Harum sangat sedih. Mengenang begitu jauh dia ketinggalan pelajaran di sekolah. Sudah terhitung tujuh hari sakitnya ditambah lagi satu hari check in ini genaplah delapan hari dia ketinggalan. Cukup banyak juga.
Harum, luar biasa kamu! Dalam keadaan sakit begini kamu masih ingat pelajaran di sekolah. Memang betul kamu adalah orang yang ingin benar-benar dan serius untuk belajar dan menimba ilmu pengetahuan seluas-luasnya. Jarang sekali dimiliki orang kebanyakan
“Sebentar lagi, Nak. Ayah pikir, kalau kamu memang sakit para guru bisa memakluminya. Kepala Sekolah bisa mengerti. Terpenting, kamu harus sehat dulu. Kalau kamu sudah sehat, ketinggalan pelajaranmu di sekolah bisa kamu kejar,” jelas ayahnya dengan bijaksana dan lemah lembut hingga bisa dipahami Harum, anaknya itu. Sebelum Harum ingin angkat bicara lagi menimpali kata-kata ayahnya. Dokter yang ditunggu akhirnya datang juga.
“Maaf ya Pak, agak lama menunggunya. Abis pertemuannya lama sekali,” ujar dokter itu.
“Tak apa-apa, Dok!” jawab ayahnya Harum.
“Kalau begitu, kita langsung saja ke ruang untuk check in anak Bapak,” kata dokter itu kemudian memasuki ruangan praktiknya.
“Baik, Dok!” jawab ayahnya Harum menyusul bersama anaknya, dan keluarganya yang menghantarnya menuju ruang dokter.
Check in dan diagnosa dilakukan dokter terhadap penyakitnya Harum. Dia terkena penyakit Diabetes Melithus. Tergolong parah. Karena sudah terjadinya pemecahan dan pembengkakan yang mengandung nanah. Pembengkakan dan penanahan sudah menjalar ganas ke bagian payudaranya. Untuk mengangkat nanah tersebut harus dilakukan operasi. Berarti adanya pembelahan di bagian payudaranya. Secara otomatis kamu dinyatakan dirawat inap. Membuat kamu jadi mendung terpancar. Bukan mendung karena penyakit dideritamu, tapi semakin dan terlalu lama kamu akan meninggalkan bangku belajarmu.
Harum, dalam sakit seperti ini masih juga kamu teringat dengan pelajaranmu. Ah, tak terbayangkan sungguh cintanya kamu dengan belajar. SALLLLUUUUTTTTTTT…………!
Operasi penyedotan nanah di payudaramu berjalan dengan lancar dan sukses. Berarti kamu sudah melakukan pengorbanan yang terbesar. Harus merelakan kehilangan payudara menonjol yang selalu diidamkan setiap wanita. Payudaramu akan rata dan datar. Itu bukanlah suatu masalah bagimu. Malahan kamu tegar menerimanya. Sungguh sabar, tenang, dan tabahnya kamu menjalani kehidupan ini, Walaupun begitu pahitnya bagi kebanyakan orang.
Timbulnya keterenyuhan orang tuamu saat melihat penderitaanmu. Di saat adanya pergantian perban baru pada bekas operasi. Kamu menjerit kesakitan dan meraung. Namun bibir mungilmu tetap tersenyum. Mengontraskan antara kerutan kesakitan dan senyuman ketabahan. Kamu tetaplah harum mewangi. Kini perawatanmu sudah mencapai tahap pemulihan. Masa kritis dan sakit menyiksa sudah kamu lewati. Masa kesakitan sudah kamu atasi dengan baik. Alhamdulillah. Kamu sudah mulai bergerak bebas. Walaupun baru hanya seputar ranjang empuk. Ciri khasmu yang periang dan ceria tertampilkan lagi lebih segarnya. Orang tuamu sudah mulai merasa tenang.
~oOo~
Derap langkah kaki halus memasuki arah menuju ruanganmu. Langkah kaki Pak Rohim dan Pak Johan, datang untuk membesukmu. Pak Johan bertanya pada perawat tunggu depan.
“Bu, betulkah ini ruang VIP?”
“Betul Pak. Bapak mencari siapa? Bapak ingin membesuk siapa?” tanya si perawat.
“Harum…… Bu!”
“Harum siapa nama lengkapnya, Pak?”
“Harum apa ya Rohim?” tanya Johan pada Rohim. Ia sedikit kelupaan juga dengan nama lengkap anak didiknya itu.
“Harum Puspasari, Mr. Jo…” jawab Pak Rohim.
“Harum Puspasari, Bu !” ujar Pak Johan.
“Sebentar ya, Pak.” Si perawat mulai mengecek semua nama yang menghuni di ruang VIP satu per satu. Dengan abjad H. Sebentar dia sudah menemukannya.
“Di ruang nomor lima, Pak. Dari sini langkah saja terus ke depan, nanti di pintu ada nomornya,” kata si perawat memberitahukan.
“Terima kasih, Bu. Permisi dulu…”
“Mari! Silakan!” sahut perawat.
Pak Rohim dan Pak Johan menuju ruang nomor lima. Mereka pun mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Salam mereka dijawab oleh orang di dalam dan pintu pun terbuka lebar. Rupanya ayahmu yang membukakan pintu. Melihat siapa yang datang, wajahmu riang seketika.
“Eih, Bapak….” Serumu bangkit berdiri. Menyalami tangan gurumu yang datang. Tanda kehormatanmu padanya. Kamu juga mempersilakan mereka duduk.
“Gimana kesehatanmu sekarang, Rum?” tanya beliau.
“Alhamdulilah Pak, sudah agak baikan,” jawabmu.
“Sudah agak lumayan juga, Pak. Masa kritisnya sudah berlalu,” tambahkan oleh ayahmu.
“Oh begitu, syukurlah !” kata Pak Rohim.
Kami pun saling berkenalan dengan orang tuamu dan sanak keluarga yang menjagamu saat ini. Kami juga terlibat percakapan hangat dengan orang tuamu mengenaimu dan penyakitmu. Orang tuamu sungguh ramah dan pengobrol. Orang yang cepat mengakrabkan suasana. Ujungnya kami pun tahu tentang penyakit sebenarnya yang kamu derita. Beban berat yang kamu pikul dari cobaan ini, cobaan kehidupan. Kamunya terlihat tenang, sabar, dan tabah saja untuk menjalaninya. Dengan tak melupakan ciri khasmu yang selalu periang dan selalu ceria nan menyegar. Selalu menampilkan senyumanmu yang mekar mewangi demi meraih masa depan yang cerah. Kadangkala kami juga ngobrol masalah lain dengan ayahmu yang memang enak diajak ngobrol dan ramah hingga tak terasa, kami harus undur diri, pamit pulang dengan menyisakan doa ”Moga saja kamu cepat sembuh. Bisa belajar lagi seperti semula.”
~oOo~
“Rum, kamu ada main ya dengan Pak Rohim?”
“Gak. Gak ada kok . Main apaan yang kalian maksud?’ balik bertanya Harum dengan kebingungan.
“Kedekatan dan keintiman dalam menjalin hubungan yang lebih dalam . Ngertikan kamu!” celoteh Melati.
“Ngerti . Tapi swear. Aku tak ada apa-apa dengan Pak Rohim. Sebenarnya ada apa sih?” sahut Harum masih bingung dengan gurauan teman-temannya.
“Aneh ya… kalau kamu tak ada hubungan apa-apa dengan Pak Rohim. Masak Pak Rohim mau kasik kamu hadiah sebelum dia pergi,” angguk-angguk Jantin.
“Hadiah? Pak Rohim sudah pergi?”
“Ya… Rum. Kamu sih ketinggalan berita. Sudahlah daripada kamu bingung terus. Ini ambillah hadiah dari Pak Rohim,” sodor Jantin memberikan hadiah tersebut. Dengan gemetar kamu menerimanya.
“Jantin, Pak Rohim pergi kemana sih?”
“Ke tempat tugasnya yang baru.”
“Dimana?”
“Di hulu kemere….” Lari Jantin sambil ngakak.
“Sialan kamu, Tin,” omelmu. Karena Jantin tak memberikan jawaban yang pas.
~oOo~
Ada maksud apa ya Pak Rohim Kasik aku hadiah? Aneh sekali. Pak Rohim juga tak bilang bahwa dia akan pergi. Serba aneh saja Pak Rohim ini.
Aku lihat dulu apa isinya.
Kamu duduk di pojok ruangan yang tak kelihatan teman-temanmu. Takut diusili teman-temanmu lagi kalau ketahuan. Kamu mulai membuka hadiah itu dengan cepat-cepat. Karena keingintahuanmu sudah memuncak di ubun-ubun kepala. Isinya hanyalah sebuah karya ukiran seni kayu yang dipernis. Sungguh unik dan artistik yang bertuliskan:
GOOD LUCK IN YOUR STUDY ! GOOD SUCCES IN YOUR LIFE !
HARUM….. HARUM MEWANGI
BLOSSOM UP YOUR FLOWER FOREVER THAT WAS GIVE SWEET DAN NICE DAY TO EARTH
IN THE LIGHT MOON TO LAST TIME
Balai Berkuak, 20 Maret 2004
~~~~~&&&&&~~~~~
CATATAN :
Cerpen ini dibuat untuk kenang-kenangan pada Jhoni Karyanto, Pak Ucup Supriatna, Pak Mansyur, Kartika Purwa Rahayu (atas inspirasinya), Kru dan Cikgu SMAN 1 Sukadana, dan Kru dan Cikgu SMAN 1 Teluk Melano serta siswa/siswinya . Semuanya deh……. !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Jingga Aksara Menawan Puisi akrostik dari nama: Musfeptial Karya: Sarifudin Kojeh Menjemput ji...
-
Oleh : Sarifudin, S.Pd. Guru bisa juga diistilahkan dengan tenaga pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuannya berusah ...
-
Jingga Aksara Menawan Puisi akrostik dari nama: Musfeptial Karya: Sarifudin Kojeh Menjemput ji...
-
Rasa mulas m elilit-lilit. Kening berkerut. Mulut mengucapkan kata Allah untuk menahan rasa sakit. “ Subhanallah!” jerit nya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar