Ketenangan mereka hanya terlihat pada menit-menit awal. Menit-menit berikutnya mereka mulai terlihat gelisah. Bunyi kereotan kursi yang mereka duduki terdengar nyaring. Akibat pergesekan pantat yang berpindah dengan papan kursi. Mereka mulai menerapkan cara berpikir yang akan menuju puncak keseriusan. Tunggu saja. Kerutan kening mereka terlihat jelas seperti lekukan sungai kapuas.
Kadang terlintas dalam benakku, dengan melihat mata mereka yang sungguh suatu anugerah terindah yang terlalu santai untuk dipersulitkan. Sungguh hal mustahil sekali bahwa kajian logika mereka musti dibuat berpikir genius seperti Thomas Alfa Edison. Selihai Wright bersaudara saat menerbangkan pesawat pertama hasil rancangan mereka. Sehebat legenda Herkules, anak Dewa Zeus, dan Dewa Zeus dalam legenda Romawi.
Biarkanlah kali ini mereka bekerja sesuai dengan air yang mengalir. Mengantarkan kepolosan mereka pada suatu kesimpulan. Matematika oh matematika? Mengapa engkau membuat kami mengkerutkan kening? Mengapa engkau merampas kemudahan kami dalam mengarungi kehidupan? Mengapa engkau mempercepat rautan ketuaan kami? Mengapa engkau curi dengan kasar hari keceriaan kami dengan berpikir serius, yang sulit kami jangkau?
Sekiranya ada jalan termudah memberantas keambisiusanmu. Beritahulah kami. Berikanlah cara itu kepada kami agar kami dapat menerapkannya. Sehingga kami dengan mudah berinteraksi denganmu. Mudah mengendalikanmu. Bukan sikut-menyikut. Saling menyudutkan. Itu yang tidak dibenarkan. Karena menyalahi aturan perundang-undangan hukum komunikasi dalam masyarakat.
Mereka menghembuskan napas tak pedas. Karena soal-soal matematika yang mereka isi terlalu sulit menurut nalar mereka. Terlalu sulit untuk menemukan kunci jawabannya, dalam menyelesaikan soal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar